Powered By Blogger
Powered By Blogger

Selasa, 01 Oktober 2013

Bangkitkan Mosolo, Bangkitkan Ilmu pengetahuan





Hadirnya peradaban tekhnologi hari ini telah membutakan mata hati umat islam. Adalah umat yang dahulu hadir dipanggung peradaban dunia dan memayungi dua pertiga dunia yang melahirkan para cendekiawan hebat dimasanya, kini telah dibuat terlena dan mabuk kepayang olehnya. Umat muslim yang seharusnya menjadi pemain dan petarung peradaban, kini hanya menjadi penonton dan berlipat tangan menyaksikan megahnya peradaban barat. 

Apakah hal ini hanya di diamkan dan tak mau berusaha untuk memajukan dan membangkitkan kembali peradaban islam yang telah sirna? Pernahkah kita melihat sebuah bangsa yang tidak pernah berbuat apa-apa, tidak pernah berpikir untuk maju, bangsa yang berisi orang-orang pemalas, orang-orang bodoh, orang-orang yang enggan untuk berjuang demi bangsanya. Lalu, bangsa itu diberi pertolongan oleh Allah menjadi bagsa yang maju mengalahkan bangsa-bangsa lain? (Prof. Laode M. Kamaluddin,2012).Tidak, tidak sama sekali, maka perlu adanya usaha dan ikhtiar akan bangkitnya kembali peradaban islam, jangan hanya mau menjadi penonton dan berlipat tangan, tetapi jadilah petarung sejati dalam menyambut kembali perdaban islam.
Sama halnya dengan Mosolo. Mosolo yang dahulu pernah melahirkan para pemikir-pemikir ulung yang konsisten dan punya komitmen kuat untuk membangun daerahnya, kini telah sirna. Mereka yang dahulu hanya mengandalkan lampu (pajimara mpempede) tetapi terbukti menghasilkan para pemikir ulung. Lalu, apa yang membuat mereka bisa sukses dan menjadikan daerah disekitarnya terkagum-kagum akan maju kembangnya Mosolo? Ternyata hal ini terletak pada semangat mereka yang menyala-nyala, bagaikan obor yang tak akan mati nyalanya meski diterpa badai sekalipun. Mereka sadar bahwa kesabaran adalah kunci untuk menggapai sukses. Sehingga pepatah Cia-ciapun terungkap “Mintaraipo hake, katamo to pintara”.

Lalu, dimana letak kesalahan genereasi hari ini yang konon tak mampu menjadi agent perubahan bagi daerhanya? Ternyata hal ini terletak pada kurangnya kesungguhan dan faktor ikut-ikutan dalam mencari ilmu. Mereka lupa akan tujuan orang tua menyekolahkan mereka. Mereka terlalu terlena dengan tekhnologi, serta  hedonisme adalah aktivitas keseharian mereka. Harapan orang tua ketika anaknya berada dalam perantauan, maka anak itu akan kembali dengan membawa sesuatu yang berharga dari perantauan itu. Sesuatu yang mampu menjadikan keluargaanya dan lingkungannya terkagum-kagum olehnya. Sehingga tak pernah keluar kata “Penyesalan” dari lidah mereka, melainkan kata bangga, kagum, dan syukur yang berulang-ulang keluar.
 
Maka jika hari ini anda berkobar-kobar untuk menyuarakan Mosolo harus berubah… Mosolo harus berubah.. Mosolo harus berubah, tetapi jika tak ada usaha untuk membangkitkan perubahan itu, maka hal itu tak ubahnya hanyalah tong kosong yang berbunyi nyaring. Jangan dulu bersuara memajukan Mosolo, jika diri anda belum maju. Jangan hanya pandai berkotek, tetapi tak pandai mencari makan, jangan hanya pandai berkicau tetapi tak pandai terbang. Atau pernahkah kita menjumpai orang-orang tidak pernah belajar, orang yang enggan bersentuhan dengan buku, enggan mendengarkan keterangan guru, tiba-tiba menjadi orang yang sangat alim dengan kecerdasan yang luar biasa, kecerdasan yang melampaui professor-profesor ternama?
 Memajukan diri dan membangkitkannya dengan ilmu pengetahuan. karena Allah hanya akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan beilmu di anatara kamu sekalian sebagaimana terlukis dalam firmanNYA QS. Al-Mujadalah:11. Sehingga jika ingin membangkitkan Mosolo, kita ingin memajukan Mosolo, dan kita ingin menjadikan Mosolo sebagai daerah teladan akan kemajuannya, maka terlebih dahulu kita membangkitkan ilmu pengetahuan. sehingga dengan ini saya katakana “Bangkitkan Mosolo, Bangkitkan Ilmu Pengetahuan”.

Rabu, 29 Mei 2013

PPPPTK Matematika

                                              PPPPTK Matematika 

Gbr. Mahasiswa sedang KKL


Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPTK Matematika) merupakan salah satu unit pelaksana teknis pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sesuai dengan Permendiknas nomor 8 Tahun 2007, PPPPTK Matematika mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Matematika.

Ruang Dalam PPPPTK Matematika
FKIP UNISSULA KKL di P4TK matematika
Untuk mewujudkan layanan yang prima, profesional, berbobot, dan unggul dalam proses pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan matematika, pada bulan Oktober 2008 setelah melalui trienial audit oleh badan sertifikasi PT SAI Global Indonesia, sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dintegrasikan ke Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 karena telah memenuhi klausul-klausul yang dipersyaratkan. Selain itu, pada tahun 2010 PPPPTK Matematika mendapatkan Piala Citra Pelayanan Prima dan Piagam Penghargaan Pelayanan Publik.

Sejak bulan Juli tahun 2007, PPPPTK Matematika juga mendapat kepercayaan untuk merintis berdirinya SEAMEO Centre for QITEP in Mathematics, suatu lembaga diklat bertaraf regional di bawah organisasi menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara. SEAMEO Centre for QITEP in Mathematics diresmikan pada tanggal 13 Juli 2009 oleh Presiden SEAMEO Council pada saat itu, Mr. Jurin Laksanawisit yang juga Menteri Pendidikan Thailand. Saat ini PPPPTK Matematika menempati areal seluas 32.049 m2 yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan matematika.


Rabu, 03 April 2013

Figur Kepemimpinan Ideal Ditengah Krisisnya Kepemimpinan Nasional


Krisis kepemimpinan di Indonesia sekarang telah merata, tidak hanya menyangkut lembaga kepresidenan, tetapi nyaris menyentuh hampir semua lembaga negara, bahkan juga lembaga-lembaga masyarakat yang relatif otonom terhadap Negara. Indikasinya, kita kesulitan menemukan sosok pemimpin yang berkarakter ideal yaitu efektif, dapat dipercaya, dan bisa menjadi sosok yang patut diteladani.  Hingga saat ini, belum terlihat kepemimpinan di Indonesia yang mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Indonesia dari beragam krisis yang ada, mulai dari krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya hingga ke krisis agama. Akhir-akhir ini, Indonesia dihebohkan oleh dua pemimpin yang tak bermoral dan tidak patut untuk diteladani. Pertama berita tentang Kasus Bupati Garut, Aceng Fikri (40) yang telah menikah siri dengan gadis bernama Fany Octora (18). Parahnya, pernikahan yang terjadi pada 14-17 Juli 2012 itu hanya bertahan selama empat hari karena Aceng menceraikan Fany melalui pesan singkat yang beralasankan karena Fany sudah tidak perawan lagi dan memiliki masalah dengan bau mulut. Dan kedua adalah terkait Kasus Suap Impor Sapi oleh mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap daging impor sapi. Apa hal inikah yang patut dilakukan oleh seorang pemimpin yang notabene sebagai teladan untuk rakyatnya dengan menikahi gadis, lalu menceraikannya dengan alasan tidak logis. Ataukah pemimpin yang terkait kasus suap daging yang ternyata dari partai berlabelkan islam (PKS).

Posisi pemimpin atau jabatan publik kerap diincar oleh para calon pemimpin yang dalam kampanyenya selalu mengeluarkan janji bohong untuk menyejahterkan rakyatnya. Hal ini mereka jadikan  sebagai batu loncatan untuk kaya dan berkuasa. Walhasil, lembaga publik yang potensial itu dijadikan sebagai lahan korupsi yang diperebutkan banyak orang. Bahkan yang lebih ironis lagi ada pemimpin lembaga pemantau korupsi yang justru korup, ada pemimpin lembaga penyedia pangan yang justru menyelinepkan makanan rakyat, ada pemimpin agama yang justru menginjak-injak nilai-nilai luhur agama, ada pejabat kepolisian yang justru ditangkap lantaran korup dan sebagainya. Sosok pemimpin amanah dan sederhana seperti Jenderal Sudirman, Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Natsir, menjadi makhluk yang amat langka di negeri kita sekarang ini.

Kekayaan dan kemewahan serta keserakahan seolah menjadi seragam wajib bagi para pemimpin masa kini. Sementara pada saat yang sama, rakyat seolah sah-sah saja dibiarkan menjadi makhluk yang sengsara dan melarat akibat penderitaan. Ironisnya, sistem pemerintahan yang bergaunkan kapitalis sekularisme sekarang ini justru kian memperparah iklim yang tidak kondusif bagi munculnya kader pemimpin yang ideal. Sistem ini telah menghadirkan kesenjangan di tanah air kita, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Lalu model kepempinan seperti apa yang ideal untuk mengatasi krisisnya kepemimpinan Indonesia saat ini?


Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat jibril untuk mengatur hubungan manusia dengan khaliqnya (terkait perakara akidah dan ibadah), manusia dengan dirinya sendiri (terkait perkara akhlak, makanan, dan pakaian), dan mengatur manusia dengan sesamanya (terkait perkara muamalah). Denga demikian islam merupakan peraturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, dari aspek ekonomi, social, budaya, politik, pendidikan, pemerintahan, hingga ke aspek hukum.

Salah satu faktor penyebab utama krisisnya kepemimpinan nasional yaitu tidak diterapkannya peraturan islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga hal ini memicu munculnya pemimpin yang tidak bernafaskan islam, pemimpin yang tidak melandaskan al-qur’an dan as-sunah sebagai pedoman kepemimpinannya, dan pemimpin yang memisahkan antara agama dan kehiduan (Idologi kapitalisme).

Untuk melahirkan kembali para pemimpin amanah yang diridhoi Allah Swt, maka perlunya pendidikan karakter yang berasaskan islam sehingga akan memunculkan generasi khaira ummah seperti digambarkan dalam surah ali imran ayat 110 yaitu suatu generasi terbaik yang melaksanakan pada yang makruf dan mencegah pada yang mungkar dan beriman kepada Allah. Suatu generasi yang nantinya diharapkan mampu menjadi pemimpin yang amanah dengan meneladani sifat kepemimpinan Rasulullah.

Menurut Prof. Laode M. Kamaluddin dan A. Mujib El Shirazy bahwa terdapat lima rumus dahsyat untuk menjadi umat terbaik (khaira ummah) yaitu pertama, agar menjadi yang terbaik  maka perlunya untuk meneladani umat terbaik pula. Kedua,membangun umat terbaik dengan bermodal iman dan takwa kepada Allah tanpa tawar. Ketiga, mengutamakan ilmu sebelum amal. Keempat, menjadi umat terbaik dengan amal dan karya. Kelima membangun umat terbaikdengan berjamaah.

Dengan demikian, untuk menghadirkan pemimpin ideal nan amanah di tengah krisisnya kepemimimpinan nasional maka sangat perlunya dibangun sistem pendidikan yang berkarakterkan islam ( sistem pendidikan Rasulullah) yang memiliki tujuan untuk melahirkan insan berjiwa takwa dan insan yang sanggup bekerja sebagai khalifah (pemimpin). Bukan insan yang mampu mementingkan pribadinya, mengesampingkan rakyatnya, dan bukan pula insan yang tidak pernah peduli terhadap rakyatnya yang tengah tertimpa musibah.

Akhir-akhir ini, mulai bermunculan tokoh nasional yang berusaha untuk menarik simpati rakyatnya, memperbaiki citra partainya. Namun ada pula tokoh atau pemimpin yang dengan ikhlasnya peduli akan nasib rakyatnya. Hal ini diperlihatkan oleh  pasangan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017, Jokowi-Ahok. Sehingga tak heran bila Andrinov Chaniago, seorang pengamat kebijakan public, mengatakan “cara kerja Jokowi (perlu) kita rekonstrusi (dan) akan menghasilkan sebuah model pemerintahan yang bisa dicontoh oleh daerah-daerah lain, bahkan oleh Negara-negara lain.” Beberapa sikap Jokowi yang memiliki kemiripan dengan sikap Rasululah yaitu beliau selalu bersama rakyatnya dan merasakan penderitaan rakyatnya. Selain itu, beliau juga tidak hanya memberi arahan atau membimbing dari balik meja, namun juga terjun langsung ke lapangan. Terlalu naïf apabila mengatakan Jokowi sesempurna Rasulullah, namun masyarakat sangat merindukan sosok pemimpin rendah hati yang dapat meluangkan waktunya hanya sekedar untuk bertemu, menyapa dan bercengkarama dengan rakyatnya. Kita semua tentunya berharap Jokowi tetap menjaga sikap dan gaya kepemimpinannya itu, meskipun banyak cibiran datang, namun Jokowi bisa meniru sikap Rasulullah yang tetap mencintai siapapun baik yang membencinya maupun yang mendukungnya, tanpa bermaksud mengandung muatan unsur politis, semoga banyak bermunculan Jokowi Jokowi lain di negeri ini yang berkaca pada gaya kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW sehingga mampu menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya.

Jadi ketika muncul pertanyaan tentang siapa figur pemimpin ideal ditengah krisisnya kepempinan nasional, maka jawaban yang akan muncul pula adalah mereka yang mampu mengemban amanah rakyatnya, mereka yang selalu hidup bersama rakyatnya, mereka pula yang berusaha menerapkan sebuah sistem hukum yang meneladani model kepemimpinan Rasulullah, yaitu model kepemimpinan yang berlandaskan pada aturan Allah yang telah membuktikan kepada dunia dengan peradabannya dan mampu melahirkan para cendekiawan muslim yang ahli dibidangnya. 

#tulisan ini adalah isi dari pengajuan makalah sebagai syarat mengikuti LK II HMI Cabang Semarang

Senin, 25 Maret 2013

HMI UNISSULA JUGA DATANGI KONGRES XXVIII



Kongres HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang ke 28 kini diadakan di Pondok Gede Asrama Haji, Jakarta Timur. Ribuan mahasiswa yang mengaku sebagai kader HMI berdatangan diacara tersebut, mulai dari kader Aceh hingga ke kader Papua. HMI yang telah berdiri sejak 1947 ini memiliki ribuan kader yang berada diseluruh pelosok negeri ini. Bahkan sebagian besar kursi Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, serta kursi-kursi penting lainnya diduduki oleh kader HMI. Mulai dari Mahfud MD(Ketua Mahkamah Konstitusi RI), Drs. Jusuf Kalla(mantan Wapres RI), Abraham Samad (Ketua KPK RI), Ir.Akbar Tanjung (mantan Ketua DPR), Dr. Yuzril Ihza Mahendra (Pakar Hukum Tata Negara dan mantan Menteri Sekertaris Negara), Prof laode M. Kamaluddin (Ketua Forum Rektor Indonesia 2013), dan masih banyak kader-kader HMI lainnya yang menduduki kursi penting di kenegaraan.
Pada kesempatan ini, kader HMI dari Universitas Islam Sultan Agung, Cabang Semarang juga ikut andil mendatangi kongres HMI yang memiiki 25 nama calon kandidat Ketua Umum PB HMI periode 2013-2015  Itu. Mereka merupakan perwakilan dari 4 komisariat penuh dan 1 komisariat persiapan se Korkom Sultan Agung. 4 komisariat penuh tersebut adalah Komisariat Teknik, Komisariat Hukum, Komisariat Tekhnologi Industri, dan Komisariat Agama Islam, serta Komisariat Persiapan FKIP. 4 komisariat lainnya berhalangan hadir karena adanya kesibukan lain di intern kampus, seperti Komisariat Bahasa, komisariat Ekonomi, komisariat Kedokteran, dan komisariat Persiapan Keperawatan.
Ketua HMI Korkom Sultan Agung, M. Bintang Aris Lukman yang juga pada kesempatan itu turut hadir di Kongres HMI XXVIII mengungkapkan “disana kita akan hadir dari semua kader di seluruh pelosok negeri ini dan akan memperlihatkan dinamika daerah mereka masig-masing”. Ujarnya ketika di rapat persiapan keberangkatan Kongres.
Beliau juga menekankan agar kader Unissula tidak terpengaruh oleh dinamika-dinamika tersebut. Karena beliau paham bahwa kader Unissula tidak semua berasal dari daerah Semarang, sehingga diharapkan kader Unissula yang diluar Semarang tidak bergabung di cabang daerah asalnya.