Hadirnya peradaban tekhnologi hari ini
telah membutakan mata hati umat islam. Adalah umat yang dahulu hadir dipanggung
peradaban dunia dan memayungi dua pertiga dunia yang melahirkan para
cendekiawan hebat dimasanya, kini telah dibuat terlena dan mabuk kepayang
olehnya. Umat muslim yang seharusnya menjadi pemain dan petarung peradaban,
kini hanya menjadi penonton dan berlipat tangan menyaksikan megahnya peradaban
barat.
Apakah hal ini hanya di diamkan dan tak mau
berusaha untuk memajukan dan membangkitkan kembali peradaban islam yang telah
sirna? Pernahkah kita melihat sebuah bangsa yang tidak pernah berbuat apa-apa,
tidak pernah berpikir untuk maju, bangsa yang berisi orang-orang pemalas,
orang-orang bodoh, orang-orang yang enggan untuk berjuang demi bangsanya. Lalu,
bangsa itu diberi pertolongan oleh Allah menjadi bagsa yang maju mengalahkan
bangsa-bangsa lain? (Prof. Laode M. Kamaluddin,2012).Tidak, tidak sama sekali,
maka perlu adanya usaha dan ikhtiar akan bangkitnya kembali peradaban islam,
jangan hanya mau menjadi penonton dan berlipat tangan, tetapi jadilah petarung
sejati dalam menyambut kembali perdaban islam.
Sama halnya dengan Mosolo. Mosolo yang
dahulu pernah melahirkan para pemikir-pemikir ulung yang konsisten dan punya
komitmen kuat untuk membangun daerahnya, kini telah sirna. Mereka yang dahulu
hanya mengandalkan lampu (pajimara
mpempede) tetapi terbukti menghasilkan para pemikir ulung. Lalu, apa yang
membuat mereka bisa sukses dan menjadikan daerah disekitarnya terkagum-kagum
akan maju kembangnya Mosolo? Ternyata hal ini terletak pada semangat mereka
yang menyala-nyala, bagaikan obor yang tak akan mati nyalanya meski diterpa
badai sekalipun. Mereka sadar bahwa kesabaran adalah kunci untuk menggapai
sukses. Sehingga pepatah Cia-ciapun terungkap “Mintaraipo hake, katamo to pintara”.
Lalu, dimana letak kesalahan genereasi hari
ini yang konon tak mampu menjadi agent perubahan bagi daerhanya? Ternyata hal
ini terletak pada kurangnya kesungguhan dan faktor ikut-ikutan dalam mencari
ilmu. Mereka lupa akan tujuan orang tua menyekolahkan mereka. Mereka terlalu
terlena dengan tekhnologi, serta hedonisme adalah aktivitas keseharian mereka. Harapan
orang tua ketika anaknya berada dalam perantauan, maka anak itu akan kembali
dengan membawa sesuatu yang berharga dari perantauan itu. Sesuatu yang mampu
menjadikan keluargaanya dan lingkungannya terkagum-kagum olehnya. Sehingga tak
pernah keluar kata “Penyesalan” dari
lidah mereka, melainkan kata bangga, kagum, dan syukur yang berulang-ulang
keluar.
Maka jika hari ini anda berkobar-kobar
untuk menyuarakan Mosolo harus berubah… Mosolo harus berubah.. Mosolo harus
berubah, tetapi jika tak ada usaha untuk membangkitkan perubahan itu, maka hal itu
tak ubahnya hanyalah tong kosong yang berbunyi nyaring. Jangan dulu bersuara
memajukan Mosolo, jika diri anda belum maju. Jangan hanya pandai berkotek,
tetapi tak pandai mencari makan, jangan hanya pandai berkicau tetapi tak pandai
terbang. Atau pernahkah kita menjumpai orang-orang tidak pernah belajar, orang
yang enggan bersentuhan dengan buku, enggan mendengarkan keterangan guru,
tiba-tiba menjadi orang yang sangat alim dengan kecerdasan yang luar biasa,
kecerdasan yang melampaui professor-profesor ternama?
Memajukan
diri dan membangkitkannya dengan ilmu pengetahuan. karena Allah hanya akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan beilmu di anatara kamu sekalian
sebagaimana terlukis dalam firmanNYA QS. Al-Mujadalah:11. Sehingga jika ingin
membangkitkan Mosolo, kita ingin memajukan Mosolo, dan kita ingin menjadikan
Mosolo sebagai daerah teladan akan kemajuannya, maka terlebih dahulu kita membangkitkan
ilmu pengetahuan. sehingga dengan ini saya katakana “Bangkitkan Mosolo, Bangkitkan Ilmu Pengetahuan”.