Powered By Blogger
Powered By Blogger

Jumat, 10 April 2015

SINDIKAT SEJARAH HMI


Disusun guna memenuhi persyaratan
sebagai peserta Senior Course (SC)
HMI Cab.semarang
 











Disusun Oleh :



JUBIRMAN


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG SEMARANG
2014






KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa terpanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehinga penulis mampu menyelesaikan sebuah metodologi pembelajaran yang disebut dengan Sistem Pendidikan Singkat (Sindikat) tentang materi sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pada hakikatnya, rancangan konsep metodologi pembelajaran ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam menyampaikan isi materi sejarah HMI. Selain itu, pembuatan Sindikat ini pula merupakan salah satu persyaratan penulis untuk mengikuti Senior Course (SC) yang di selenggarakan oleh HMI Cabang Semarang pada 8 – 13 Desember 2014 di Gedung Pertemuan LPPU Undip Tembalang, Semarang.
Dalam pembuatan sindikat materi sejarah HMI ini, penulis mencoba menjelaskan tentang latarbelakang sejarah HMI, peristiwa bersejarah 5 februari 1947, dan fase – fase perjuangan HMI, serta menciptakan sebuah keragka acuan yang mudah dipahami oleh peserta Basic Training (Latihan Kader I). selain itu, sindikat ini pula mengacu pada berbagai teori sejarah pergolakan pemikiran yang menjadi latar belakang berdirinya HMI. Sehingga, harapan besar dari penulis agar sindikat sejarah HMI ini dapat menjadi sumber atau rujukan yang relevan dalam peningkatan kualitas kader –kader HMI yang hari ini sedang tergradasi kualitasnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan sindikat ini masih jauh dari kesempurnaan seperti apa yang diharapkan, sehingga penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruksional dari semua pihak. Semoga sindikat ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, November 2014
Penulis,

Jubirman






TESTIMONI PERKADERAN

Jangan pernah katakan Jangan Sampai, hingga akhirnya kamu Tidak Pernah Sampai, maka Yakin Usaha Sampai”.


SINDIKAT MATERI SEJARAH HMI
Abstraksi
Manusia dan sejarah memiliki keterkaitan yang erat. Manusia memiliki peran dalam sejarah, baik sebagai subjek sejarah, maupun sebagai objek sejarah. Sedangkan sejarah memiliki peran dalam proses menjernihkan jiwa dan pemikiran manusia untuk menempuh fase kehidupan (phase of life) yang selanjutnya dengan lebih baik.
Dalam sejarah berdirinya sebuah organisasi, tentu terdapat latar belakang yang menjadi sebab utama berdirinya organisasi tersebut. Begitupula dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa islam tertua ini juga memiliki sebab – sebab utama yang menjadi latar belakang berdirinya organisasi tersebut. Melihat pergolakan pemikiran dan situasi dunia internasional, situasi NKRI, kondisi mikrobiologis umat islam di Indonesia, serta kondisi perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, Lafran Pane bersama 14 tokoh Pendiri HMI lainnya hadir untuk menjawab permasalahan ini dengan tujuan awal mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia dan menegakkan dan mengembangkan ajaran agama islam pada tanggal 5 februari 1947 di Sekolah Tinggi Islam (STI), Yogyakarta.
Dari tahun ketahun, HMI selalu hadir dalam menjawab setiap problematika bangsa Indonesia, dari berjuang memegang senjata dalam mengusir agresi militer Belanda hingga pada aksi besar – besaran dalam menjatuhkan rezim Soeharto. Tidak hanya itu, dari dulu hingga kini HMI telah menelurkan para pemikir – pemikir bangsa dan cendekiawan besar, seperti Prof. Dr. Nurcholis Majid, Prof. Dr. Agussalim Sitompul, Dr. Anies Baswedan, Prof. Laode M. Kamaluddin, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Prof. Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, Anas Urbaningrum, dan tokoh – tokoh besar lainnya.

Keyword :  Sejarah, Perjuangan, HMI, Lafran Pane, dan Cendekiawan.



Sejarah Perjuangan HMI
A.    Pengertian Sejarah dan manfaatnya
Hakikat sejarah dapat dipahami dengan membuka pengertian – pengertian peristilahan (etimologis) dan perbahasaan (terminologis). Dengan cara demikian, barulah dimungkinkan dengan baik memaparkan sekaligus menunjukkan secara relatif tepat mengenai hakikat sesuatu. Oleh karena itu, pengertian sejarah, baik secara etimologis maupun terminologis menjadi syarat penting untuk di ketengahkan dalam rangka menemukan substansi sejarah (Dr. Juraid A. Latief, 2006). Secara etimologis, sejarah berasal dari bahasa Arab, yakni Syajaratun yang berarti pohon (Helius Syamsuddin, 1996). Sedangkan secara terminologis, dari sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat diartikan bahwa sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau umat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.
Beberapa manfaat atau kegunaan dalam mempelajari sejarah yaitu pertama kegunaan edukatif, yakni dinyatakan bahwa sejarah dapat memberikan nilai – nilai pendidikan sebagai khazanah keilmuan bagi yang mempelajarinya. Kedua, kegunaan inspiratif, yakni belajar sejarah dapat memberikan sebuah inspirasi kepada kita untuk dijadikan sebagai sarana pemecahan masalah – masalah kekinian. Ketiga, kegunaan instruktif, yakni sejarah dapat digunakan sebagai bahan pengajaran (reflesi diri) menuju hari esok yang lebih baik lagi. Dan keempat, kegunaan rekreatif, yakni dengan belajar sejarah kita akan mendapatkan hiburan dan mersakan kenikmatan berkenalan dengan masa silam untuk bernostalgia melancong ke masa lalu. Dari keempat kegunaan sejarah diatas, semuanya saling berpengaruh satu sama lain dan tak ada yang kita sepelekan. Meskipun sebagian orang hanya menikmati sejarah sebagai edukatif dan inspiratif.

B.     Latar Belakang Berdirinya HMI
Kalau ditinjau secara umum, terdapat 4 (empat) sebab utama yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.
ü Situasi Dunia Internasional
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar ubudiyah atau ritual semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu islam masuk ke dalam seluruh aspek kehidupan. Kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW. Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pembaharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
ü Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak saat itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
·         Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
·         Missi dan Zending agama Kristiani.
·         Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan yang secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
ü Kondisi Mikrobiologis Umat Islam Indonesia
Kondisi umat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

ü Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

C.    Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
ü Latar Belakang Pemikiran
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI. Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP). Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten, serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
·      Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
·      Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
·      Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
·      Aspek Hukum : hukum berlaku diskriminatif
·      Aspek pendidikan : poses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
·      Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
·      Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
·      Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
·      Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam
·      Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
·      Munculnya polarisasi politik
·      Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
·      Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
·      Kemajemukan Bangsa Indonesia
·      tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan
ü Pristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
·         Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
·         Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Namun pada Kongres IX HMI di Malang tahun 1969 tujuan HMI berubah hingga digunakan sampai sekarang, yakni:Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.
Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
·         Lafran Pane (Yogya), 
·         Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
·         Dahlan Husein (Palembang),
·         Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
·         Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
·         Soewali (Jember),
·         Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
·         Mansyur,
·         M. Anwar (Malang),
·         Hasan Basri (Surakarta),
·         Marwan (Bengkulu),
·         Zulkarnaen (Bengkulu),
·         Tayeb Razak (Jakarta),
·         Toha Mashudi (Malang),
·         Bidron Hadi (Yogyakarta).
            Faktor Pendukung Berdirinya HMI
·         Posisi dan arti kota Yogyakarta
·         Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
·         Pusat Gerakan Islam
·         Kota Universitas/ Kota Pelajar
·         Pusat Kebudayaan
·         Terletak di Central of Java
·         Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
·         Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
·         Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
·         Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
·         Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
·         Ummat Islam Indonesia mayoritas
Faktor Penghambat Berdirinya HMI
Munculnya reaksi – reaksi dari :
·         Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
·         Gerakan Pemuda Islam (GPII)
·         Pelajar Islam Indonesia (PII)
D.    Fase – Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia
ü Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas.
ü Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh. 
ü Fase Perjuangan Fisik / Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
ü Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
ü Fase Tantangan (1964 - 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan,dsb. 
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
ü Fase Kebangkitan HMI dalam transisi Orde Lama ke Orde Baru (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif Rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
ü Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa (1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
ü Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang ) Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
ü Fase tumbangnya Orde Baru dan Kemunculan Reformasi (Mei 1998)
Mahasiswa adalah inti kekuatan perubahan, ditengah berkuasanya rezim orde baru dengan soeharto sebagai icon besarnya yang menunjukkan kekuatan negeri ini (The Power Of State) dengan represif, hegemonik dan atoriterianisme. HMI kembali bersama-sama dengan elemen mahasiswa lainnya menjadi bagian dari kekuatan yang mampu menumbangkan rezim tersebut.

REFERENSI
Ø  Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI (1974-1975), Bina Ilmu.
Ø  Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Sejarah Peradaban Islam. 2005. Raja Grafindo Persada.
Ø  Dr. M. Abdul Karim M.A, Islam dan Kemerdekaan Indonesia. 2005. Sumbangsih Press.
Ø  Mundzirin Yusuf. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. 2006. Kelompok Penerbit Pinus.
Ø  Prof. Dr. H. Rustam E. Tamburaka, M.A. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK. 1999. PT Rineka Cipta.
Ø  Albert Hourani. Sejarah Bangsa – Bangsa Muslim. 2004. Mizan.
Ø  Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec. Ensiklopedia Peradaban Islam Madinah. 2012. Tazkia Publishing.
Ø  Laode M. Kamaluddin. On Islamic Civilization. 2010. UNISSULA Press.
Ø  Peter Burke. Sejarah dan Teori Sosial. 2001. Yayasan Obor Indonesia.
Ø  Murni Djamal. Dr. H. Abdul Karim Amrullah, Pengaruhnya dalam Gerakan Pembaruan Islam di Minangkabau pada Awal Abad ke – 20. 2002. INIS.
Ø  Jawaharlal Nehru. Lintasan Sedjarah Dunia II. 1996. Balai Pustaka.
Ø  HM. Nasruddin Anshoriy Ch. Matahari Pembaruan, Rekaman Jejak KH Ahmad Dahlan. 2010. Publisher.
Ø  Drs. Chatibul Umam, dkk. Sejarah Islam Jilid I. 1979. Gunung Jati.
Ø  DR. Victor I Tanya, HMI, Sejarah dan Kedudukannya Ditengah Gerakan Muslim Pembaharu Indonesia, Sinar Harapan, 1982.
Ø  Hasil-Hasil Kongres HMI


CURICULUM VITAE
A.    Data Pribadi
Nama                                       : Jubirman
Tempat, Tanggal Lahir            : Mosolo, 29 Juli 1992
Alamat                                    : Jalan Raya Kaligawe, Lr. Mesjid Terboyo
Jenis Kelamin                          : Laki – Laki
Nomor HP                               : 085290622793
Agama                                     : Islam
B.     Jenjang Pendidikan
SD / Sederajat                         : SDN 2 Mosolo
SMP / Sederajat                      : SMPN 2 Waworete
SMA / sederajat                      : SMAN 2 Kendari
Universitas / Sederajat            : Universitas Islam Sultan Agung
Fakultas                                   : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
C.    Pengalaman Organisasi
1.      Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Matematika (HIMATIKA) periode 2012 – 2013
2.      Ketua Umum HMI Komisariat FKIP Unissula Periode 2012 – 2013
3.      Sekertaris Umum HMI Korkom Sultan Agung Periode 2013 - Sekarang






KETIKA HARDIKNAS BUKAN HANYA SEREMONIAL BELAKA


HARDINAS telah berlalu, namun berita-berita tentang pendidikan masih terdengar di telinga kita. Bukan karena majunya pendidikan, namun diakibatkan bobrokannya pendidikan di negeri ini. Tanggal 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional, yaitu hari lahirnya pendidikan di Indonensia yang juga bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantara dengan nama asli Raden Mas Soewardi. Sedikit mengulas tentang perjuangan beliau dalam memajukan pendidikan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1922 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah (Belanda) yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Bertolak dari usaha, kerja keras serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 beliau dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan lagi, dirinya dianggap sebagai Bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei (Hari Kelahirannya) sebagai Hari Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah Belanda beliau memakai semoboyan “Tut Wuri Handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini.

Menyikapi perihal tentang makna Hardiknas, semua guru harus mampu memaknai dan mengartikan bahwa pendidikan bukan main-main dan asal-asalan. Majunya suatu bangsa ditentukan oleh majunya pendidikan di bangsa itu. Sehingga Hardiknas bukan hanya seremonial belaka atau upacara ritual tahunan saja yang tanpa makna. Namun juga harus bisa menghayati di balik pudarnya nilai-nilai pendidikan karena menjamurnya sekolah tanpa disertai kompetensi yang ada. Bukan dalam artian merendahkan Hardiknas itu sendiri, akan tetapi hanya bermaksud agar pelaksanaan Hardiknas mengandung falsafah yang dalam, falsafah tentang pendidikan yang bermutu dan berdaya saing maju. Apalagi di era masa kini, menjamurnya sekolah sebagai sarana pendidikan menjadi akar bak virus di mana-mana. Seolah nilai-nilai pendidikan tidak diperhatikan secuil pun. Bahkan yang ada lebih mengarah kepada bisnis dan mencari uang semata. Perguliran dana Bos yang setiap pertiga bulan cair, menjadikan pemegang tampu sekolah lupa dan gelap mata tentang makna pendidikan itu sendiri. Kemana dasar pendidikan yang di cita-citakan bangsa. Mana semboyan-semboyan yang memotivasi itu? Mana hasil Pendidikan Karakter di Kurikulum 2013?

ing Ngarso Sung Tulodo”. Semboyan ini mestinya menjadikan guru sebagai panutan atau teladan untuk siswanya. Namun, bagaimana dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru kepada muridnya. Lalu bagaimana pula dengan Rudi Rubiandini yang terkenal sebagai guru senior dan ternama, seorang yang dianggap panutan di lingkungan rumahnya, bisa terjerat kasus korupsi SKK Migas. Mungkin teladan inikah yang akan diberikan seorang guru kepada muridnya? Lalu bagaimana pula dengan kasus JIS (Jakarta International School) yang mestinya menjadi teladan untuk sekolah-sekolah lainnya di Indonesia?


Hardiknas telah datang untuk kesekian kalinya. Tak ada yang berkesan terhadap upacara yang dilaksanakan selain dari pilunya pendidikan. Masalah demi masalaah belum terselesaikan. Kita mungkin sadar terhadap dilema sekarang ini ataukah kita bersikap acuh terhadap berbagai problematika pendidikan dewasa ini. Indonesia masa depan, berada ditangan kita.Sebagai mahasiswa, haruskah berdiam diri melihat banyknya problematika pendidikan yang ada? Haruskah kita ikut-ikutan mengadakan upacara hardinas dengan tanpa makna? Renungkanlah bahwa “Majunya Indonesia kedepan berada ditangan kita, semuanya bergantung kepada kita, apakah Indonesia kita bawa ke arah kemajuan ataukah kita bawa kearah kebobrokan. Semuanya bergantung kepada kita”