HARDINAS telah berlalu, namun berita-berita tentang
pendidikan masih terdengar di telinga kita. Bukan karena majunya pendidikan,
namun diakibatkan bobrokannya pendidikan di negeri ini. Tanggal 2 Mei adalah hari Pendidikan
Nasional, yaitu hari lahirnya pendidikan di Indonensia yang juga bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan
kita yaitu Ki Hajar Dewantara dengan nama asli Raden Mas Soewardi. Sedikit mengulas tentang perjuangan beliau dalam memajukan pendidikan di bumi Indonesia, beliau sempat
mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1922 untuk sekolah kerakyatan di
Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya
memprotes berbagai kebijakan para penjajah (Belanda) yang kadang membunuh serta
menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Bertolak dari usaha, kerja keras
serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun
1959, tanggal 28 November 1959 beliau dinobatkan sebagai salah satu
Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan lagi, dirinya dianggap sebagai Bapak Pendidikan untuk seluruh
orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei (Hari Kelahirannya) sebagai Hari Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia
yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah Belanda beliau memakai
semoboyan “Tut Wuri Handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya “Ing
Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam
dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini.
Menyikapi perihal tentang makna Hardiknas,
semua guru harus mampu memaknai dan mengartikan bahwa pendidikan bukan
main-main dan asal-asalan. Majunya suatu bangsa ditentukan oleh majunya pendidikan di bangsa itu. Sehingga Hardiknas bukan hanya seremonial belaka atau upacara ritual tahunan saja
yang tanpa makna. Namun juga harus bisa menghayati di balik
pudarnya nilai-nilai pendidikan karena menjamurnya sekolah tanpa disertai
kompetensi yang ada. Bukan dalam artian merendahkan Hardiknas itu sendiri, akan tetapi hanya bermaksud agar pelaksanaan Hardiknas mengandung
falsafah yang dalam, falsafah tentang pendidikan yang
bermutu dan berdaya saing maju. Apalagi di era masa kini, menjamurnya sekolah
sebagai sarana pendidikan menjadi akar bak virus di mana-mana. Seolah
nilai-nilai pendidikan tidak diperhatikan secuil pun. Bahkan yang ada lebih
mengarah kepada bisnis dan mencari uang semata. Perguliran dana Bos yang setiap
pertiga bulan cair, menjadikan pemegang tampu sekolah lupa dan gelap mata
tentang makna pendidikan itu sendiri. Kemana dasar pendidikan yang di
cita-citakan bangsa. Mana
semboyan-semboyan yang memotivasi itu? Mana hasil Pendidikan Karakter di
Kurikulum 2013?
“ing Ngarso Sung
Tulodo”. Semboyan ini mestinya menjadikan guru sebagai panutan atau teladan
untuk siswanya. Namun, bagaimana dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang
dilakukan oleh guru kepada muridnya. Lalu bagaimana pula dengan Rudi Rubiandini yang terkenal sebagai guru senior dan
ternama, seorang yang dianggap panutan di lingkungan rumahnya, bisa terjerat
kasus korupsi SKK Migas. Mungkin teladan inikah yang akan diberikan seorang guru kepada muridnya?
Lalu bagaimana pula dengan kasus JIS (Jakarta
International School) yang mestinya menjadi teladan untuk sekolah-sekolah
lainnya di Indonesia?
Hardiknas telah datang untuk kesekian kalinya. Tak ada yang
berkesan terhadap upacara yang dilaksanakan selain dari pilunya pendidikan.
Masalah demi masalaah belum terselesaikan. Kita mungkin sadar terhadap dilema
sekarang ini ataukah kita
bersikap acuh terhadap berbagai problematika pendidikan dewasa ini. Indonesia masa depan, berada ditangan kita.Sebagai
mahasiswa, haruskah berdiam diri melihat banyknya problematika pendidikan yang
ada? Haruskah kita ikut-ikutan mengadakan upacara hardinas dengan tanpa makna?
Renungkanlah bahwa “Majunya Indonesia kedepan berada ditangan kita, semuanya
bergantung kepada kita, apakah Indonesia kita bawa ke arah kemajuan ataukah
kita bawa kearah kebobrokan. Semuanya bergantung kepada kita”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar