Powered By Blogger
Powered By Blogger

Jumat, 10 April 2015

KETIKA HARDIKNAS BUKAN HANYA SEREMONIAL BELAKA


HARDINAS telah berlalu, namun berita-berita tentang pendidikan masih terdengar di telinga kita. Bukan karena majunya pendidikan, namun diakibatkan bobrokannya pendidikan di negeri ini. Tanggal 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional, yaitu hari lahirnya pendidikan di Indonensia yang juga bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantara dengan nama asli Raden Mas Soewardi. Sedikit mengulas tentang perjuangan beliau dalam memajukan pendidikan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1922 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah (Belanda) yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Bertolak dari usaha, kerja keras serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 beliau dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan lagi, dirinya dianggap sebagai Bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei (Hari Kelahirannya) sebagai Hari Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah Belanda beliau memakai semoboyan “Tut Wuri Handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini.

Menyikapi perihal tentang makna Hardiknas, semua guru harus mampu memaknai dan mengartikan bahwa pendidikan bukan main-main dan asal-asalan. Majunya suatu bangsa ditentukan oleh majunya pendidikan di bangsa itu. Sehingga Hardiknas bukan hanya seremonial belaka atau upacara ritual tahunan saja yang tanpa makna. Namun juga harus bisa menghayati di balik pudarnya nilai-nilai pendidikan karena menjamurnya sekolah tanpa disertai kompetensi yang ada. Bukan dalam artian merendahkan Hardiknas itu sendiri, akan tetapi hanya bermaksud agar pelaksanaan Hardiknas mengandung falsafah yang dalam, falsafah tentang pendidikan yang bermutu dan berdaya saing maju. Apalagi di era masa kini, menjamurnya sekolah sebagai sarana pendidikan menjadi akar bak virus di mana-mana. Seolah nilai-nilai pendidikan tidak diperhatikan secuil pun. Bahkan yang ada lebih mengarah kepada bisnis dan mencari uang semata. Perguliran dana Bos yang setiap pertiga bulan cair, menjadikan pemegang tampu sekolah lupa dan gelap mata tentang makna pendidikan itu sendiri. Kemana dasar pendidikan yang di cita-citakan bangsa. Mana semboyan-semboyan yang memotivasi itu? Mana hasil Pendidikan Karakter di Kurikulum 2013?

ing Ngarso Sung Tulodo”. Semboyan ini mestinya menjadikan guru sebagai panutan atau teladan untuk siswanya. Namun, bagaimana dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru kepada muridnya. Lalu bagaimana pula dengan Rudi Rubiandini yang terkenal sebagai guru senior dan ternama, seorang yang dianggap panutan di lingkungan rumahnya, bisa terjerat kasus korupsi SKK Migas. Mungkin teladan inikah yang akan diberikan seorang guru kepada muridnya? Lalu bagaimana pula dengan kasus JIS (Jakarta International School) yang mestinya menjadi teladan untuk sekolah-sekolah lainnya di Indonesia?


Hardiknas telah datang untuk kesekian kalinya. Tak ada yang berkesan terhadap upacara yang dilaksanakan selain dari pilunya pendidikan. Masalah demi masalaah belum terselesaikan. Kita mungkin sadar terhadap dilema sekarang ini ataukah kita bersikap acuh terhadap berbagai problematika pendidikan dewasa ini. Indonesia masa depan, berada ditangan kita.Sebagai mahasiswa, haruskah berdiam diri melihat banyknya problematika pendidikan yang ada? Haruskah kita ikut-ikutan mengadakan upacara hardinas dengan tanpa makna? Renungkanlah bahwa “Majunya Indonesia kedepan berada ditangan kita, semuanya bergantung kepada kita, apakah Indonesia kita bawa ke arah kemajuan ataukah kita bawa kearah kebobrokan. Semuanya bergantung kepada kita”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar